Diawal kita berpaspasan, aku yang berjalan dijalurku---merunduk, dan Kamu menyibukkan diri dalam ketidakmautahuanmu---duduk. Tak ada lirikan yang paling mengenang, membekas, kecuali saat-saat aku memulai lirikan itu. Aneh memang, tanpa proses saling mandang memandang, curi-curi pandang, berbagi membagi senyuman. Dengan seyakin-yakinnya, aku menasbihkan diri jikalau hati, tertawan. Sungguh aku tak sanggup melawan.
Dan ketika hitung-hitungan jumlajh ketertawanan menghasilkan nilai berupa rasa jatuh hati, dalam ketidakberanian diri, aku memaksa mendekati. Tak pernah berekspektasi tinggi, niatku hanya ingin menjadi teman sejati---teman hati sekarang dan semoga juga nanti. Aneh kembali memang, tanpa ada yang menghadang, meradang-radang karena dihadang. Dibalik kekakuanmu kepadaku kamu mengucapkan ada ketertarikan. Sungguh-sungguh aku mabuk tertawan.
Dan saat-satat dua rasa jatuh hati dari masing-masing kita yang menyatu sendiri, berbunga-bunga berbentuk lambang hati. Setiap malamnya, aku memvoniskan diri mengindap penyakit rindu, penyakit selalu ingin bertemu. Seaneh-anehnya lagi, hanya obat dan vaksin darimu yang mampu mengatasi, mengobati, melegakan jiwa ini. Efek sampingnya tiada lain ketergantungan akan vaksin senyuman yang kamu beri, Juga semakin jatuh hati.
Aku tertawan sungguh-sunnguh demi tuhan, tak pernah ingin kamu kulepaskan.
(a.r")
Be First to Post Comment !
Posting Komentar